Ara, menampilkan monolog berjudul "Balada Sumarah" yang menceritakan seputar perjuangan tokoh perempuan di antara stigma, perlakuan keji, kesewenang-wenangan para oknum, dan "hukum karet".
Unesa.ac.id. SURABAYA–Mahasiswi Prodi S-1 Pendidikan Seni Drama, Tari, dan Musik (Sendratasik), Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Naurah Yasmin Abdillah berhasil mengharumkan nama kampus di kancah nasional. Dia juara 2 dalam Pekan Seni Mahasiswa Nasional (Peksiminas) XVII di Jakarta, awal September lalu.
Dalam kompetisi seni bergengsi yang diselenggarakan Balai Pengembangan Talenta Indonesia (BPTI), Kemendikbudristek tersebut, mahasiswi yang akrab disapa Ara itu ikut lomba monolog. Dia menampilkan monolog yang berjudul 'Balada Sumarah' karya Tentrem Lestari.
Ara menjelaskan, naskah ini bercerita tentang Sumarah, perempuan yang dikucilkan sebab tuduhan bahwa bapaknya, Sulaiman, adalah seorang anggota PKI (Partai Komunis Indonesia). Naskah ini menyoroti kondisi hukum di Indonesia yang disalahgunakan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Terdapat lima tokoh yang dimainkan, yakni Sumarah, tiga warga yang mengucilkan Sumarah (pria pincang, ibu-ibu yang centil, dan anak kecil yang ikut-ikutan mengejek 'anak PKI'). Satu lagi, yakni majikan Sumarah ketika bekerja sebagai TKW (Tenaga Kerja Wanita) di luar negeri.
Dengan karakter yang suka mabuk-mabukan, sang majikan sempat memperkosa si tokoh utama. Berbagai hal menyedihkan yang ditimpa Sumarah inilah yang membuat Ara memilih monolog ini untuk ditampilkan. Monolog ini menyiratkan bahwa perempuan harus bisa menjadi pribadi yang tegar, kuat, dan mandiri.
Perjuangan ikut seleksi sejak di level fakultas tak sia-sia. Keseriusannya mendalami monolog berbuah manis di level nasional. Selamat ya Ara.
Menurutnya, terdapat satu kalimat dari naskah ini yang menjelaskan keseluruhan cerita, yakni 'saya tak ingin dipulangkan ke negara sendiri, karena hukum di negara saya tak mungkin membela TKW seperti saya'.
"Penghayatan karakter seperti warna vokal dan gestur tak lepas dari arahan sutradara saya, Mas Yoga. Bersyukur banget karena selama dua bulan belajar, dia bukan hanya menyutradarai, tapi juga mendesain artistiknya," tukasnya.
Perjuangan Ara bisa sampai pada kompetisi nasional yang diimpikannya sejak menjadi mahasiswa baru di UNESA itu bukan perjalanan yang mudah. Dia harus melalui serangkaian seleksi ketat di level fakultas, universitas, lalu masuk di level daerah hingga nasional.
Mulanya, Ara mendapat tawaran dari dosen untuk mengikuti seleksi Peksiminas di tingkat fakultas. Dia akhirnya memutuskan untuk memilih tangkai lomba monolog, yang menjadi cerita awalnya mengenal dan menekuni dunia monolog.
"Saya mulai pertama kali monolog itu di kuliah ini dan sekalinya ikut lomba apalagi di Peksiminas dapat nomor, alhamdulillah. Motivasi saya ingin ikut Peksiminas juga karena melihat kakak tingkat yang juga berprestasi. Rasa bangga mereka juga saya rasakan sekarang," ujarnya.
Ara berharap prestasi tersebut tidak membuatnya berpuas diri, tetapi menjadi penyemangat untuk terus berkontribusi dan membanggakan keluarga, almamater, dan masyarakat. Dia berharap ini dapat memotivasi yang lain, dan memperkuat rekognisi UNESA sebagai kampus ‘Rumah Para Juara’ di tingkat nasional.[]
***
Reporter: Fatimah Najmus Shofa (FBS)
Editor: @zam*
Foto: dokumentasi Naurah Yasmin Abdillah
Share It On: